Oleh
: MAHARIN DISKA NARULITA
Kuhirup
dalam dalam udara malam sebelum kupetik gitar kesayanganku. Dan mulai
mendendendangkan sebuah lagu persahabatan. Kupejamkan mata untuk menghayati
setiap lirik yang ku lafalkan. Ditemani semilir angin malam yang syahdu.
Membuatku mudah terhanyut dalam suasana.
Dan kita bersama.
Mengejar mimpi di langit impian. Oh, sahabatku…
Kubuka perlahan mataku setelah bait
terakhir selesai dinyanyikan olehku. Aku terlonjak kaget saat tiba tiba menemukan seseorang berada
disampingku. Star.
“Bisa
tidak kamu ngilangin sifatmu yang satu ini? aku bisa jantungan.” Aku menggeram
kesal. Star meringis tanpa dosa. Kemudian Star menarik gitar hitam miliknya
kepangkuannya. Dan mulai memetik satu per satu dawai gitarnya.
Inilah kebiasan kami berdua. Duduk
di halaman rumahku yang ditumbuhi banyak rumput dimalam hari. Bernyanyi bersama
dengan gitar kesayangan masing masing. Dibawah cahaya rembulan dan bintang
diangkasa.
Star, sahabatku sejak kecil. Entah
mengapa orang tuanya menamai dirinya ‘Star’. Namun nama ‘Star’ sangat cocok
untuk dirinya. Star artinya bintang. Bintang yang memacarkan cahaya surga
abadi. Yang begitu dipuja puja oleh makhluk bumi karena keindahannya. Star,
suaranya yang begitu lembut memukau. Terlebih lagi saat dia bernyanyi. Sikapnya
yang unik selalu berhasil membuatku tersenyum. Star, yang pandai bernyanyi.
Begitu berambisi untuk menjadi seorang penyanyi terkenal. Lain denganku,
menyanyi hanya hobi bagiku. Aku lebih suka menulis dari pada menyanyi.
Run into the light
Get out from your own way
Don’t afraid to fight believe in what you say
I’ll hold on ‘till the night…..
Get out from your own way
Don’t afraid to fight believe in what you say
I’ll hold on ‘till the night…..
Kuhembuskan napas ketika lagu yang
kunyanyikan dengan Star berakhir. Hening sejenak diantara kami. Hanya terdengar
gesekan daun daun akibat tiupan angin malam. Star merebahkan tubuhnya diatas
rumput, aku juga ikut merebahkan tubuhku di rumput seperti Star. Kulirik Star
yang berada disampingku, matanya terpejam,
“Kamu
tahu Mia, sebentar lagi mimpiku tercapai.” aku menoleh kearah Star dengan satu
alisku yang terangkat.
“Bagaimana
kamu tahu?” Star tersenyum dan mengangguk. Ada binar dimatanya.
“Tunggu
disini,” Star segera bangkit dari tidurnya dan melangkah pergi menuju rumahnya.
Ya, rumah kami bersebelahan dan tak ada pagar pembatas antara halaman rumah
kami. Jadi aku ataupun Star bisa dengan leluasa keluar masuk halaman rumahku
atau rumah Star.
Tak butuh waktu lama untuk menunggu
Star keluar dari rumahnya. Star keluar dengan membawa secarik kertas di tangan
kanannya. Aku mengernyit dan bertanya “Apa itu?” pada Star. Star menyodorkan
kertas itu padaku dan tanpa ragu ragu aku menerimanya. Kubaca kata kata yang
tertera di atas kertas itu. Oh, ternyata sebuah brosur audisi pencarian bakat
di bidang tarik suara. Dan pencarian bakat itu bukan sembarang pencarian bakat.
Itu adalah pencarian bakat bergengsi diseluruh Indonesia yang banyak melahirkan
penyanyi penyanyi terkenal.
“Kamu
mau ikut audisi ini?” Star mengangguk mantap.
“Kamu
juga harus ikut Mia,” aku membulatkan mata.
“Aku?”
Star menganggukkan kepalanya sekali lagi.
“Kamu
harus ikut, kalau kamu gak mau ikut aku juga gak akan ikut.” Aku sedikit
berpikir. Bernyanyi hanya sekedar hobi bagiku. Bahkan aku tak pernah berpikir
untuk melangkah lebih jauh dalam bidang
menyanyi.
“Bagaimana
jika aku tak diterima?” Star menggeram kesal.
“Setidaknya
kamu sudah mencoba, ayolah..” aku mendengus kecil kemudian mengangguk enggan.
Star menjerit girang lalu memeluk tubuhku dan bergumam terima kasih.
“Kita
akan menjadi bintang terkenal!” Star berucap ketika kami hendak masuk kerumah
masing masing mengingat malam semakin larut dan udara semakin dingin.
Mengikuti audisi pencarian bakat.
Aku terpaksa mengikuti ajakan Star. Karena jika aku menolak itu sama saja aku
sudah memupuskan harapan Star dalam meraih mimpinya. Aku tahu mimpi Star begitu
besar dan dia juga terobsesi untuk menjadi penyanyi yang bukan terkenal di
Indonesia saja tapi diseluruh dunia. Setiap hari Star selalu berlatih dengan
keras agar dia bisa diterima saat audisi dan mendapat tiket emas untuk melaju
dibabak selanjutnya. Sedangkan aku? Aku hanya latihan jika Star datang
kerumahku dan menyuruhku untuk latihan. Jujur saja aku sedikit tidak tertarik
pada audisi itu. Bahkan saat ini aku sedang mempersiapkan tulisanku untuk
kukirimkan ke redaksi.
Kudengar gedoran keras pintu kamarku
dan sebuah suara yang memanggil manggil namaku. Aku menggeliat diatas
ranjang kemudian duduk sejenak untuk
menghilangkan rasa kantukku. Gedoran pintu semakin keras dan samar samar aku
mendengar suara Star dari balik pintu kamarku “Mia cepat bangun, kita bisa
ketinggalan audisi!!” audisi? Audisi apa? Huh dasar aneh. Tunggu, audisi?! Aku
segera membuka mataku lebar lebar saat teringat hari ini adalah hari dimana aku
harus mengikuti sebuah audisi. Kulirik jam dinding yang menunjukkan angka
Sembilan. Aku segera bangun dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi.
“Tunggu sebentar, aku sedang berdandan.” Kuucapkan itu sebelum aku masuk
kedalam kamar mandi.
Hari ini kota Surabaya benar benar
panas. Setelah berjam jam berdiri dibawah terik matahari untuk mengantri sebelum
masuk kedalam gedung tempat audisi. Dan beruntung saat ini aku dan Star sudah
berada didalam gedung dan duduk di kursi tunggu, menunggu giliranku masuk ke
ruang audisi. Aku mendapat nomor audisi 128 sedangkan Star 129. Kami membawa
gitar kesayangan masing masing sebagai properti. Aku dan Star menyempatkan diri
untuk bernyanyi bersama sebelum kami benar benar masuk kedalam ruang audisi.
Gladi bersih bisa dikatakan.
Dan sekaranglah waktunya untukku
masuk dan menunjukkan suaraku kepada dewan juri. Kusungginggkan senyum manisku
kepada tiga juri yang duduk didepanku. Kutarik napas dalam dalam sebelum
melantuntan lagu dari Justin Bieber yang berjudul Boyfriend versi akustik.
Keringat dingin sedikit mengucur dari dahiku. Aku menghembuskan nafas lega
ketika salah satu juri memberikanku sebuah tiket emas, itu artinya aku diberi
kesempatan untuk maju dibabak selanjutnya yang berlangsung di Jakarta.
Star menjerit tak jelas ketika aku
keluar dengan mengibas ngibaskan tiket emasku
padanya. Kemudian ia memelukku sangat erat sampai aku kesulitan
bernapas. Kini giliran Star yang masuk dan aku menunggunya memegang tiket emas
sama sepertiku. Sekitar sepuluh menit Star keluar dengan wajah tampak kusut dan
tertekuk. Kedua tangannya tidak memegang tiket emas itu. Aku tercengang,
bagaimana bisa dia tak mendapatkan tiketnya sedangkan suaranya sangat merdu?
Entahlah, itu menurutku. Aku memegang pundak Star hendak menenangkannya namun
tangan kanan Star menepis tanganku.
“Pulang.”
Star berucap dengan nada dingin. Aku merasa tidak enak pada Star. Seharusnya
Star yang mendapatkan tiket emas itu karena yang mempunyai mimpi besar menjadi
penyanyi adalah Star.
Kami pulang dalam diam. Star tak
mengeluarkan suara sedikitpun. Aku juga tak berani untuk mengajaknya bicara
takut menambah suasana hatinya semakin buruk. Star langsung masuk kedalam
rumahnya ketika kami turun dari taksi tanpa sepatah kata pun. Aku tahu Star
sedang marah padaku, seharusnya kutolak saja ajakannya waktu itu.
Saat aku memasuki rumahku, aku
langsung disambut oleh ayah dan ibuku. mereka menanyakan keberhasilanku. Aku
menyodorkan tiket emas itu kepada orang tuaku. Ayahku bersorak gembira begitu
juga ibuku. Mereka tak henti hentinya mengucapkan betapa bangganya mereka
terhadapku, aku menanggapinya dengan senyum kecut.
“Bagaimana
dengan Star?” ibuku bertanya padaku. Aku menggeleng lemah. Ibuku mengelus
rambut panjangku dan tersenyum lembut. Sepertinya ibuku tahu apa yang terjadi
antara aku dan Star saat ini.
Esoknya ibuku menerima panggilan
dari tempat audisi itu. Katanya, empat hari lagi aku sudah harus berada di
Jakarta. Aku mendengus, hubunganku dengan Star kian memburuk. Bahkan kami belum
berkomunikasi selama satu hari penuh. Ibuku menyarankan agar aku datang
kerumahnya dan meminta maaf sebelum aku pergi ke Jakarta. Ah, benar juga.
Kuketuk tiga kali pintu kayu yang
ada didepanku. Kemudian pintunya terbuka menampilkan wanita setengah baya dan
berkacamata. Ibu Star. Aku menanyakan keberadaan Star pada ibunya. Awalnya
Ibunda Star sempat berkelit namun aku memaksa ingin bertemu dengan Star. Dan
akhirnya hati Ibu Star luluh juga, mungkin ia tak tega melihatku terus menerus
memasang wajah memelas.
“Star
ada di kamarnya, kamu temui saja dia.” Aku mengangguk kepada Ibu Star kemudian
menapaki anak tangga untuk menuju kamar Star. Tak sulit bagiku untuk menemukan
kamar Star. Tentu saja, setiap hari aku selalu bermain kerumah Star jadi aku
tahu betul seluk beluk rumah Star dengan baik.
Kamar Star berada paling ujung,
berpintu merah jambu dengan stiker love bermacam macam warna tertempel pada
pintu tersebut. Kutarik napas panjang sebelum mengetuk pintu merah jambu itu.
Tiga kali ketukan pintu sudah terbuka, Star terkejut mendapatiku di depan pintu
kamarnya. Star ingin menutup pintu kamarnya kembali namun dengan sigap aku menahannya.
Kudorong pintu kamar Star sekuat tenaga hingga menyebabkan Star terjungkal
kebelakang.
“Oh
maaf..” aku berniat untuk membantu Star berdiri. Sepertinya aku mendorong
terlalu keras hingga menyebabkan Star terjatuh. Kupegang bahunya untuk membantu
Star berdiri namun Star menepis tanganku kasar.
“Mau
apa?” Star bersuara dengan nada dingin mengerikan. Terakhir kali aku mendengar
nada dingin Star ketika Star tahu Brian mengajakku berkencan. Namun itu sudah
lama sekali, saat itu Brian mengajakku berkencan di sebuah café namun entah
dari mana asalnya Star muncul begitu saja dihadapanku. Sontak Star marah karena
Brian kencan denganku. Ya, Brian kekasih Star. Dia mengajakku berkencan saat
masih menyandang status sebagai kekasih Star. Namun semua itu tidak seperti
yang kalian kira. Aku mau kencan dengannya karena dia terus berdiri didepan
rumahku dengan bunga mawar ditangannnya,
memohon mohon agar aku mau berkencan dengan dirinya. Itu membuatku
panik, takut jika Star melihat kekasih tercintanya yang kelewat sinting itu
berdiri didepan rumahku. Jadi aku terpaksa mengiyakan ajakan Brian. Namun
sesuatu terjadi diluar pikiranku. Star datang ke café tempatku berkencan. Itu
menjadi pengalaman terburukku sepanjang masa. Dan aku tidak ingin mengingatnya
lagi karena peristiwa itu hampir membuat persahabatanku dengan Star terputus.
“Star
aku minta maaf, sungguh aku minta maaf..” muka Star terlihat merah padam. Star
benar benar marah padaku. Star mendorongku keluar dari kamarnya,
“Sana
raih saja mimpimu!!” dan BLAMM! pintu tertutup dengan keras. Aku mendesah berat
mencoba menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mataku. Kemudian
dengan langkah gontai aku keluar dari rumah Star.
Tiga hari berlalu, aku sudah berkali
kali mencoba berbaikan kepada Star namun gagal. Star masih marah padaku. Aku
tak tahu lagi harus bagaimana. Hari ini aku akan berangkat ke Jakarta. Ya
memang masih ada satu hari lagi namun ibuku menyarankan agar berangkat satu
hari lebih awal agar aku bisa beristirahat sesampai disana. Ayah memasukkan
koperku kedalam bagasi mobilnya. Kupandangi rumah Star yang terletak tepat
disebelah rumahku, kulihat jendela kamar Star terbuka lebar. Kemudian aku
melihat kepala Star menyembul dari jendela tersebut. Aku tersenyum dan
melambaikan tangan kearah Star namun Star malah masuk kedalam dan menutup
jendelanya rapat rapat. Aku mendesah, sesulit inikah meminta maaf padanya?.
Itulah terakhir kali aku melihat
Star. Hingga saat ini, saat aku berdiri dipanggung megah dan bernyanyi di
hadapan juri, kemudian tepuk tangan menggema setelah aku selesai bernyanyi.
Juri berkomentar bahwa suaraku sangat bagus dan layak menjadi pemenang. Seperti
itukah? Aku merasa bahwa suaraku biasa biasa saja.
Begitu seterusnya. Setiap aku berada
dipanggung aku selalu berharap Star berada di salah satu kursi penonton dan
bersorak sorak mendukungku seperti pendukungku yang lain. Namun aku tak pernah
melihatnya disana, hanya orang tuaku dan sebagian keluarga besarku yang duduk
setia disitu. Jujur aku sangat merindukan Star saat ini. aku rindu saat kami
bernyanyi bersama dihalaman rumahku. Aku rindu saat kami tertawa bersama,
saling ejek, saling berbagi satu sama lain. Aku hanya butuh Star bukan gemuruh
tepuk tangan orang orang, bukan juga komentar para juri. Aku hanya ingin
kehidupanku yang dulu, bersama sahabatku.
Entah sudah berapa hari atau minggu
aku berada disini. Entah bagaimana aku bisa menyingkirkan kontestan lain
disetiap penampilan. Hingga hanya tersisa tiga orang. Dan malam ini adalah
malam penentuan atau final. Aku tidak merasakan gugup atau sejenisnya, aku
hanya merasakan kekosongan dan...kesepian. Aku ingin kembali seperti dulu.
Hanya itu.
Riuh tepuk tangan menyambutku ketika
aku sudah berdiri tegap diatas panggung. Kulirik salah satu barisan kecil
penonton yang berisi anggota keluargaku sembari bernyanyi. Disana ada
orangtuaku, kakek nenekku, paman bibiku, ayah ibu Star, dan…Star?!. Beruntung
aku tidak tersedak akibat keterkejutanku mendapati Star duduk disalah satu
kursi penonton. Apa Star sudah tidak marah padaku? Kuharap begitu. Kulirik lagi
Star dan dia melambaikan kedua tangannya untukku. Ini benar benar pertanda
baik. Semangatku tiba tiba berkobar setelah melihat kehadiran Star.
Darahku berdesir saat menunggu host membacakan pemenangnya. Suara musik
tegang menambah kegugupanku. Para pendukungku terus meneriakkan namaku, itu
membuatku tersenyum sekaligus menambah kepercayaan diriku. Dan jantungku
seketika melompat keluar tenggorokan saat host
menyebutkan namaku sebagai pemenang. Keluargaku termasuk Star secara spontan
berdiri saat mendengar akulah pemenangnya. Mungkin inilah awal dari
kehidupanku, menjadi seorang penyanyi tidaklah terlalu buruk. Aku bisa
menambahkan kegiatan menulisku sebagai pekerjaan sampingan.
Aku berteriak girang saat Star
berlari memeluk diriku ketika aku turun dari panggung. Disambung pelukan dari
kedua orang tuaku, kakek nenekku, dan semua keluarga besarku, tak lupa juga
para penggemarku.
Aku
mendapatkan hadiah dari audisi pencarian bakat itu karena berhasil menyabet
juara satu dari dua puluh kontestan. Salah satunya hadiahnya adalah aku
mendapatkan liburan gratis ke Singapura selama tiga hari untuk lima orang serta
aku juga mendapatkan kesempatan untuk rekaman dan membuat album rekaman.
Aku sangat bersyukur pada tuhan
karena telah memberikan awal kehidupan yang sempurna padaku. Aku juga sangat
berterima kasih pada keluarga serta teman teman yang sudah mendukungku,
terutama Star. Oh, omong omong tentang Star. Aku mengajaknya berduet dan membuat
album baru. Album baru kami terjual laris dipasaran tak kalah dengan album
pertamaku. Aku dapat melihat bintang yang berkerlap kerlip di mata Star, dan
aku juga merasakan aura kebahagiaan yang terpancar di diri Star. Aku juga tahu
Star sangat bahagia ketika mengetahui bahwa dirinya juga mempunyai penggemar
yang tidak sedikit.
Sahabat, begitu banyak definisi
tentang arti sahabat. Namun semua definisi itu intinya selalu sama. Sahabat
adalah orang yang selalu ada ketika suka atau duka, saling berbagi, saling
mengasihi. Terkadang pertengkaran berada di tengah tengahnya, menjengkelkan
memang. Tetapi percayalah, seberapapun bencinya seorang sahabat dia tak akan
benar benar membencimu. Karena sahabat adalah dua jiwa dalam satu hati.
EmoticonEmoticon